MAKALAH SISTEM POLITIK
INDONESIA
Pimpinan KPK Dipusaran
Kasus Pidana KORUPSI
KATA PENGANTAR
Setiap Negara selalu berusaha meningkatkan
pembangunan negaranya secara keseluruhan demi tercapainya kehidupan masyarakat
yang makmur dan sejahtera . untuk itu komponen-komponen suatu negara terutama
pemerintah selalu melakukan usaha-usaha demi meratanya pembangunan bangsa dan
negara itu sendiri . namun terkadang segala sesuatu yang telah disusun dan
direncanakan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan . banyak
sekali halangan dan rintangan dalam usaha melakukan pembangunan bangsa dan
negara . bahkan biasanya hambatan ini justru datang dari petinggi-petinggi
negara ini . salah satu masalah terbesar negara ini yang dianggap hambatan yang
paling susah diberantas adalah tindak pidana korupsi . hal inilah yang
merupakan masalah terbesar Negara ini . maraknya tindak pidana korupsi di
Indonesia seakan menjadi ”tren” dikalangan orang-orang penting di
Negara ini . korupsi tidak hanya dilakukan sebagai ajang mencari tambahan
penghasilan namun terkadang ada alasan-alasan tertentu yang sulit diterima oleh
masyarakat .
Korupsi secara langsung maupun tidak
langsung membawa pengaruh yang begitu besar terhadap kelangsungan kehidupan
rakyat Indonesia. Sebagian besar
rakyat Indonesia bahkan lebih dari separuhnya adalah rakyat “miskin”. Sedangkan oknum-oknum itu, seenaknya
merampas hak rakyat.
Dalam hal ini
pemerintah bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini. Oleh karena itu mulailah dibentuk
lembaga-lembaga pemberantasan korupsi. Namun pada kenyataanya hal ini belumlah
cukup untuk menanggulangi tindak pidana korupsi. Makalah ini akan menjabarkan tentang pidana korupsi itu
sendiri . apa itu korupsi, apa penyebab terjadinya korupsi, bagaimana tindak
pidana korupsi di Indonesia, dan cara menaggulangi korupsi itu sendiri, serta
bagaimna upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah korupsi di Indonesia .
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………
BAB
1…………………………………………………………………………………
.1
LATAR BELAKANG……………………………………………………
I.2. TUGAS DAN
FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.
I.2.1. Dasar hukum
KPK……………………………………………………
I.3. STRUKTUR ORGANISASI…………………………………………
I.3.1. Pimpinan………………………………………………………………
I.3.2. Ketua KPK……………………………………………………………
I.3.3. Wakil Ketua KPK……………………………………………………
I.3.4. Tim Penasihat…………………………………………………………
I.3.5. Pelaksana
Tugas………………………………………………………
I.3.6. Kepemimpinan
KPK……………………………………………………..
A.
KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)…………………
B.
KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)…………………………..
C.
PK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean
(2009-2010)……….
D.
KPK di
bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)………………………
E.
KPK di bawah Abraham Samad
(2011-2015)………………………...
F.
KPK di
bawah Agus Rahardjo (2015-2019)………………………….
I.4. PIMPINAN KPK YANG TERSANGKUT KASUS PIDANA...........
A.
Antasari Azhar…………………………………………………………..
B.
ambang dan kasus sengketa Pilkada Kota
Waringin Barat…………..
C. Adnan Kasus perampasan kepemilikan saham PT Desy Timber.........
D.
Zulkarnain dan kasus dugaan suap dana hibah
Jatim………………...
E.
Samad dan kasus pertemuannya dengan Petinggi
PDIP……………...
BAB II PENUTUP…………………………………………………………………...
KESIMPULAN…………………………………………………………
BAB I
I.1 LATAR BELAKANG
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK)
adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya.[1] Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.[2] Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas,
yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya
secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.[1]
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang
ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Pimpinan
KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk
sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat
kolektif kolegial.[1] Pada periode 2011-2015 KPK dipimpin oleh Ketua KPK
Abraham Samad, bersama 4 orang wakil ketuanya, yakni Zulkarnaen, Bambang
Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja.[3]
Pada tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI yang diketuai oleh
Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK terpilih periode
2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali voting[4]. Agus berhasil
mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK lainnya, Basaria Panjaitan
mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Situmorang 37 suara, dan
Laode Muhammad Syarif 37 suara.
I.2. TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Komisi
Pemberantasan Korupsi, mempunyai tugas:[5]
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak
pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Dalam
melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:[5]
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi.
I.2.1. Dasar hukum KPK
Ø UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang
Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Ø PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN
Ø UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Ø UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas
UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Ø PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø PP RI No. 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Hobi menulis? Digaji Jutaan Rupiah cuma Nulis Artikel di Babe News, buruan gabung daftarnya gratis, ayo daftar aja dulu lalu siapin artikelnya, ayo klik aja GABUNG
I.3.
STRUKTUR ORGANISASI
I.3.1. Pimpinan
Pimpinan KPK adalah pejabat negara
yang terdiri dari 5 (lima) anggota yakni Ketua yang merangkap Anggota, serta
Wakil Ketua yang terdiri atas 4 (empat) orang dan masing-masing merangkap
Anggota.[2]
I.3.2. Ketua KPK
Ketua KPK adalah salah satu dari lima pimpinan
di KPK. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi juga merangkap sebagai anggota
KPK.[6]
I.3.3. Wakil Ketua KPK
Wakil Ketua KPK merupakan pimpinan KPK yang
juga merangkap sebagai anggota KPK. Wakil Ketua KPK terdiri dari:
-Wakil
Ketua Bidang Pencegahan;
-Wakil
Ketua Bidang Penindakan
-Wakil
Ketua Bidang Informasi dan Data; dan
-Wakil
Ketua Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
I.3.4. Tim Penasihat
Tim Penasihat berfungsi memberikan
nasihat dan pertimbangan sesuai dengan kepakarannya kepada Komisi
Pernberantasan Korupsi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) anggota.[2]
I.3.5. Pelaksana Tugas
Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi No. PER-08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja KPK, pelaksana tugas KPK terdiri dari:
Deputi Bidang Pencegahan
Deputi Bidang Penindakan
Deputi Bidang Informasi dan Data
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat Sekretariat
Jenderal
I.3.6. Kepemimpinan KPK
G.
KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman
Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua
KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan
dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi Aparat dan institusi lain untuk
terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan
baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI
dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik
dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa
pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak
mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan
melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi
bisnis.
Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki
digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK. Sekarang sejak Desember 2011,
KPK diketuai oleh Abraham Samad
H.
KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)
Kontroversi Antasari Azhar saat menjabat
sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000-2007) yang gagal
mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK
setelah berhasil mengungguli calon lainnya yaitu Chandra M. Hamzah dengan
memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR.
Kiprahnya sebagai Ketua KPK antara lain menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan
Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian
juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan
Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Antasari juga
berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang
juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara atas kasus
korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan
Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4
Mei 2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.
I.
KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean
(Pelaksana Tugas) (2009-2010)
Mantan Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak
Hatorangan Panggabean terpilih menjadi pelaksana tugas sementara Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dilantik pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Serta ditetapkan berdasarkan Perppu Nomor 4 Tahun 2009
yang diterbitkan pada 21 September 2009. Pengangkatannya dilakukan untuk
mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan
dan diberhentikan akibat tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Di
bawah masanya memang KPK berhasil menetapkan bekas Menteri Sosial (Mensos)
Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin
jahit dan impor sapi. Selain itu, KPK juga berhasil menetapkan Gubernur
Kepulauan Riau (Kepri), Ismet Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi
pengadaan mobil kebakaran. Tapi beberapa kasus masih mandek penanganannya,
misalnya saja, kasus Bank Century, membuat penilaian bahwa lembaga itu mulai
melempem. Pada tanggal 15 Maret 2010, ia diberhentikan dengan Keppres No.
33/P/2010 karena Perppu ditolak oleh DPR.
J.
KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)
M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik dan
diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK
menggantikan Antasari Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap
anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010. Pada saat sebagai ketua sangat
sering mengkritik DPR , yang terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada
pemilihan pimpinan KPK tanggal 2 Desember 2011 ia "turun pangkat"
menjadi waki ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham
Samad yang memperoleh 43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan
dilaksanakan pada 17 Desember 2011.
Hobi menulis Artikel atau anda juga seorang Blogger dan juga seorang mahasiswa/sekolah/kerja/pengangguran, dan mau dapet gaji jutaan rupiah dengan hany menulis Artikel saja, itu bisa hanya di Babe News, setiap bikin Artikel baru maka anda akan dapt komisi lumayan besar 50ribu setiap Artikel yang kita buat, ayoo buruan gabung, gabung aja dulu nanti baru bikin Artikelnya, buruan daftarnya Gratis, klik aja GABUNG
K.
KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)
DR. Abraham Samad SH. MH menggantikan Busyro
Muqoddas sebagai ketua KPK selanjutnya. Pada tanggal 3 Desember 2011 melalui
voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan dan anggota Komisi
III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan
Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang
Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara. Ia dan jajaran
pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana Negara oleh
Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK periode 2011-2015
adalah Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, dan
Busyro Muqoddas. Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham samad memimpin adalah
Kasus Korupsi Wisma Atlet, Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Gratifikasi Impor
Daging Sapi, Kasus Gratifikasi SKK Migas, Kasus Pengaturan Pilkada Kabupaten
Lebak. Beberapa orang yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah:
Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil
Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi
Rubiandini, dll.
L.
KPK di bawah Agus Rahardjo (2015-2019)
Berlatar belakang pendidikan teknik sipil di
Institut Teknologi Sepuluh November, Agus Rahardjo adalah orang pertama yang
terpilih memimpin KPK tanpa pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga
penegakan hukum. Rahardjo menggantikan Plt. Taufiequrachman Ruki
Pada tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum
DPR RI yang diketuai oleh Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai
Ketua KPK terpilih periode 2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali
voting. Rahardjo berhasil mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK
lainnya, Basaria Panjaitan mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara,
Saut Situmorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.
I.4. BEBERAPA PIMPINAN KPK YANG TERSANGKUT KASUS
PIDANA
A.
Antasari Azhar
Mantan
Ketua KPK Antasari Azhar yang menjadi terdakwa dalam sidang pembunuhan Direktur
PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen kaget dengan kesaksian Williardi
Wizard.
Mantan Kapolres Jaksel itu mengaku tuduhan pada Antasari adalah rekayasa
penyidik kepolisian. “Memang tingkat keimanan paling tinggi. Kesabaran, 6 bulan
(dipenjara) tidak masalah. (Saya) terkejut kok seperti itu saat memeriksa WW
target Antasari,” kata Antasari saat sidang di PN Jaksel ditunda, Selasa
(10/11). Diungkapkan bahwa selama ini ia tegar karena Tuhan tidak tidur. “Begitu cara orang menzalimi saya. Kebenaran
mulai terungkap, Allahu akbar,” tutur Antasari.
Juniver Girsang, pengacara Antasari,
menuturkan bahwa kesaksian Williardi masuk dalam sejarah persidangan. Saat
mendengar persidangan, dia sangat kaget. Pernyataan saksi WW itu membuat
seluruh penasihat hukum terkejut dan menilai bahwa ini merupakan sejarah
peradilan, di mana pernyataan saksi membuat pernyataan bahwa ada skenario yang
ditujukan kepada terdakwa Antasari.
Dua Jenderal
Polisi Terlibat Kasus Antasari
Ternyata, dua jenderal bintang dua
polisi ikut terseret kasus Antasari Azhar. Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen
Pol Irawan Dahlan dihadirkan dalam sidang Antasari Azhar dalam kasus
pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Para perwira tinggi Polri ini
dijadikan saksi dalam pesidangan akibat namanya telah disebut oleh terdakwa
pembunuhan Nasrudin, Kombes Pol Williardi Wizar.
Menurut Cirus, kesaksian Williardi
yang menyebutkan ada rekayasa kasus Antasari tidak bisa berdiri sendiri. JPU
siap membuktikan dakwaan Antasari terlibat pembunuhan Nasrudin benar adanya.
“Boleh-boleh saja mengatakan seperti tadi. Tapi fakta-fakta itu harus
berdasarkan bukti,” tutur JPU.
Sebelumnya, Williardi Wizar membuat
pengakuan mengejutkan dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar. Williardi
menyeret Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Iriawan Dahlan yang menekannya
dalam proses pemeriksaan. “Jam 10.00
WIB pagi saya didatangi oleh Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko. Dia katakan
sudah kamu ngomong saja, kamu dijamin oleh pimpinan Polri tidak ditahan, hanya
dikenakan disiplin saja,” ungkap Wiliardi dalam sidang di PN Jaksel,
Selasa (10/11).
Kemudian, lanjut Wiliardi, pada pagi
dini harinya sekitar pukul 00.30 WIB, dia dibangunkan oleh penyidik kepolisian.
Di ruang pemeriksaan, ada istri dan adik iparnya, serta Dirkrimum saat itu
Kombes Pol M Iriawan. “Dirkrimun bilang ke istri saya, kamu bilang saja ke suami kamu, semuanya akan dibantu. Jam setengah satu
saya diperiksa, dan disuruh buat keterangan agar bisa menjerat Antasari.
Jaminannya saya bisa pulang. Ini saya ngomong benar, demi Allah,” bebernya.
Wiliardi bahkan meminta majelis
hakim untuk menelepon M Iriawan. “Saya juga mengirim SMS, menagih janjinya.
Katanya saya tidak akan ditahan dan saya juga meminta agar segera
diklarifikasi, kalau saya juga tidak sebejat seperti yang diberitakan sebagai
orang yang mencari eksekutor. Tapi hari itu juga saya mau ditahan,” terangnya.
Dia mengaku, bila memang ada
pertemuan di rumah Sigit, antara dirinya dan Antasari, kemudian ada perintah
untuk membunuh, dia mengaku siap dihukum seberat-beratnya. “Jadi itu tidak
benar. Silakan cek di CCTV, amplop yang diterima saya, itu diberikan Sigid
bukan Antasari,” imbuhnya.
Williardi juga mengaku, pernah suatu
waktu dia dijemput oleh Brigjen Pol Iriawan Dahlan, saat itu dia diajak minum
kopi di ruangan Hadiatmoko. “Saya ditanya kenal Edo, Antasari, Sigit dan apa
pernah menyerahkan Rp 500 juta. Saya memang menyerahkan ke orang untuk
menyelidiki suatu kasus di Citos. Tapi saya tidak tahu kemudian dipakai
membunuh,” paparnya.
Kemudian, setelah itu Hadiatmoko
menahannya atas tuduhan pembunuhan. “Kok saya bingung cuma antar uang ditahan?
Sejak itu saya ditahan. Pak Hadiatmoko bilang ini perintah pimpinan, dan saya
diminta mengikuti saja penyidikan biar perkara cepat P21. Bagaimanapun pimpinan
saya Kapolri, sehinga saya tertarik. Saya, keluarga, istri dan ortu diimingi
kebebasan saya,” tutupnya.
Sementara itu Hadiatmoko saat
dikonfirmasi tidak mau memberikan komentar. “Enggak, enggak. Terima kasih,”
jelas Hadiatmoko melalui telepon.
Williardi Wizar mengaku, kasus Antasari direkayasa pihak tertentu di
Polri. Penahanan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dikondisikan oleh beberapa
petinggi kepolisian. “Pukul 00.00 WIB saya diperiksa dengan didatangi oleh
Direktur Reserse Polda Metro Jaya yang katanya itu perintah atasan,” kata
Wiliardi berapi-api.. Williardi menyatakan saat itulah dikatakan bahwa Antasari
adalah sasaran mereka. Wiliardi bersumpah bahwa kejadian itu benar. “Di situ dikatakan
— Demi Allah ini saya bersumpah —
sasaran kita hanya Antasari. Demi Allah saya bersumpah, biar mati lampu ini,
mati saya Pak,” ujarnya.
Williardi mengungkapkan semuanya ini
dalam kesaksiannya di sidang dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Selasa (10/11).
v
Skenario Menjerat Antasari Azhar
PANGGUNG
pertunjukan selalu terbuka bagi Antasari Azhar. Dia dikecam sekaligus
disanjung. Ketika menapaki tangga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia
dicibir dan diragukan. Tetapi tatkala mulai menangkap dan menggiring banyak
koruptor ke bui, dia dielukan dan menjadi idola. Tetapi masa jaya Antasari
tidak bertahan lama.
Dia terjerembap dalam perkara
pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dia dituduh
menjadi aktor intelektual kasus pembunuhan itu. Posisinya sebagai Ketua KPK
dicopot. Dia dijebloskan ke sel dan ditahan di tahanan Polda Metro Jaya.
v
Ahli Forensik Beberkan Bukti Kasus
Antasari
Ahli forensik RSCM dr Mun’im Idris mengungkap kejanggalan
putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait perkara Antasari Azhar. Kejanggalan
ini bisa dipakai sebagai bukti baru dalam peninjauan kembali (PK) Antasari
Azhar. Menurut Mun’im, keterangannya sebagai ahli yang diberikannya di
persidangan tidak digunakan oleh hakim agung MA dalam putusan kasasinya.
“Saya
menulis dalam keterangan saya sebagai ahli forensik, jenis peluru yang
bersarang di Nasrudin (Nasrudin Zulkarnaen) adalah diameter 9 mm kaliber O,38
tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi,” kata Mun’im Idris dalam konfrensi
pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu lalu, 5/1/2010.
Keterangan otopsi tertulis ini
disampaikan oleh Mun’im Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak Kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus. “Yang saya
tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung saya lupa yang datang
ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya menelepon saya minta untuk
dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan saya,” tambah Mun’im.
Selain itu, dia juga menyatakan
menerima mayat Nasrudin tidak dalam utuh atau tersegel. Kondisi mayat
seharusnya masih berbalut baju ketika mayat meninggal. “Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala
sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya,” terang Mun’im.
Fakta ini dipersilakan Mun’im untuk
menjadi bukti baru mengajukan PK Antasari. “Itu penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan.
Kalau dipengadilan yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak
(keterangan ahli) bukan urusan saya,” tutup Mun’im.
Sebelumnya, mantan ketua KPK
Antasari Azhar merasa masih ada kejanggalan dalam putusan yang diterimanya
hingga tingkat kasasi. Karena itu, dia akan mengajukan upaya hukum terakhir
yaitu Peninjauan Kembali (PK).
Antasari menjadi terpidana dalam
kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Pria asal Palembang
tersebut kemudian divonis 18 tahun penjara di PN Jaksel. Hingga tingkat kasasi,
putusannya tetap. “Sebentar lagi saya akan menjadi terpidana. Saya masih punya
satu hak untuk meraih kebenaran yang berhubungan dengan rasa keadilan, yaitu
Peninjauan Kembali,” kata Antasari sebelum meninggalkan Rutan Polda Metro Jaya,
Jakarta.
Tidak hanya itu, Antasari juga
mempertanyakan sejumlah barang bukti yang diajukan oleh jaksa. Masih banyak
bukti-bukti yang hingga kini belum terungkap. “Saya akan terus berjuang di mana baju korban, yang sampai hari ini
tidak dijadikan barang bukti, saya akan terus meneliti apa akibat kematian
korban. Katanya proyektil 9 mm, 9 mm apakah masih bisa digunakan oleh revolver,
itu semua akan saya cari,” urainya.
Mayat
Nasrudin Sudah Dimanipulasi
Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menghadirkan ahli forensik Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) sebagai saksi kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali
Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam kesaksiannya, Mun’im mengatakan mayat
Nasrudin sudah dimanipulasi saat ia terima untuk diperiksa. “Karena jasadnya
sudah berpindah dari rumah sakit ke rumah sakit. Saya menerima kondisinya sudah
dijahit,” kata
Mun’im dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar, Kamis 10 Desember 2009.
Selain itu, kata dia, kepala Nasrudin pun sudah dicukur. “Akibatnya (manipulasi mayat) ini akan
berkaitan dengan alibi tersangka nantinya,” kata dia.
Mun’im menjelaskan ada tiga pejabat
menelpon dirinya untuk permintaan otopsi Nasrudin. Mereka adalah penyidik kasus
pembunuhan Niko, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda saat itu Komjen M
Iriawan, dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Jusuf Manggabarani.
“Mereka minta saya ke RS Gatot Subroto. Tapi saya bilang, (jasad Nasrudin) bawa
ke Cipto saja.”
Saat memeriksa jasad Nasrudin,
Mun’im mengaku masih menemukan dua peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah
kanan dekat telinga dan di batang tengkorak. “Meski peluru masih di dalam, tapi
sudah dijahit (lukanya),” kata dia. Kedua peluru, jelasnya, mengenai jaringan
otak. “Sehingga menyebabkan kematian meski tidak langsung.”
Seorang Ahli forensik RSCM [dr Mun’im Idris] tidak
mungkin berbohong dalam mengungkap kejahatan. Beliau adalah seorang dokter yang
profesional dan jujur. Dalam kesaksiannya mengatakan, ada pihak kepolisian yang
ingin menghilangkan sebagian keterangan hasil otopsi, namun ditolak oleh
beliau. Jika yang diutarakan oleh dr Mun’im Idris tidak benar, seharusnya pihak
polri menuntut balik atas pernyataannya. Tapi nyatanya hingga saat ini tidak
ada sanggahan dari pihak polri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterangan
dr Mun’im adalah benar dan pihak polri telah dengan jelas berupaya merekayasa
kasus Antasari Azhar.
Mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai kasus mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, adalah gambaran bobroknya sistem hukum
di Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat memberikan kata sambutan dalam acara
peluncuran buku berjudul “Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan” di
Aula Universitas Al Azhar, Jakarta, Kamis (15/9/2011).
Menurut Jimly, ada grand design yang
salah dalam penanganan kasus Antasari. Salah satunya adalah ditolaknya
rekomendasi Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam
persidangan Antasari oleh Mahkamah Agung. Menurut dia, seharusnya sesama
lembaga negara saling menghormati keputusan satu sama lain.
Dalam kesempatan yang sama, Jimly
Assidhiqie mengatakan, bahwa kasus yang melilit mantan Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar adalah potret carut marutnya
penegakan hukum di Indonesia. Betapa tidak, kata Jimly, apa yang menjadi pelaku
sebenarnya tidak terungkap secara riil berdasarkan fakta hukum tetapi korban
yang dijadikan sebagai pelaku kejahatan. Artinya negara masih tunduk pada
politik bukan hukum. “Makanya, kalau
saya jadi hakim tentulah Pak Antasari Azhar akan saya bebaskan,” ucap
Jimly dalam peluncuran buku ‘Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan’
di auditorium Universitas Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (15/9/2011).
B.
Bambang dan kasus sengketa Pilkada Kota
Waringin Barat
Penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
Menurut
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Ronny Sompie,
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dilaporkan oleh Sugianto Sabran, anggota DPR
RI dari Fraksi PDI-Perjuangan pada 15 Januari 2015.
Bambang
diduga menghasut saksi untuk memberi keterangan palsu untuk sengketa Pemilukada
Kotawaringin Barat pada 2010.
Saat
itu, Sugianto Sabran dan Eko Soemarno adalah pasangan calon bupati dan wakil
bupati Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 lalu.
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan itu sebagai, mengalahkan pasangan
Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, yang saat ini memimpin Kotawaringin Barat.
Pasangan
Ujang-Bambang melalui kuasa hukum dari Bambang Widjojanto, yang saat itu masih
berprofesi sebagai pengacara, mengajukan gugatan dan dimenangkan oleh Mahkamah
Konstitusi.
Atas
dugaan penghasutan ini, Bambang Widjojanto dijerat dengan Pasal 242 Juncto
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena menyuruh memberikan
keterangan palsu dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana tujuh tahun.
Berikut kronologi sengketa Pilkada
Kotawaringin Barat 2010
12
Juni 2010: KPU Kotawaringin Barat menetapkan pasangan Sugianto-Eko sebagai
kepala daerah terpilih dengan perolehan 67.199 suara. Pasangan Ujang-Bambang
hanya meraih 55.281 suara.
16
Juni 2010: Pasangan Ujang-Bambang melalui kuasa hukum dari Kantor Widjojanto,
Sonhadji, & Associates mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilu kada ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
18
Juni 2010: Permohonan itu diregistrasi dengan nomor 45/PHPU.DVIII/2010.
7
Juli 2010: MK mengabulkan gugatan, membatalkan penetapan pemenang pemilu kada
oleh KPU, mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko, dan memerintahkan KPU
Kotawaringin Barat untuk menerbitkan surat keputusan yang menetapkan pasangan
Ujang-Bambang sebagai bupati dan wakil bupati terpilih.
14
Juli 2010: KPU Kotawaringin Barat memutuskan tidak dapat melaksanakan putusan
MK dan menyerahkan putusan MK kepada DPRD Kotawaringin Barat sesuai dengan
keputusan awal, yaitu Sugianto-Eko sebagai pasangan kepala daerah terpilih.
15
Juli 2010: DPRD Kotawaringin Barat mengusulkan pasangan Sugianto-Eko sebagai
kepala daerah terpilih dan menyerahkan penetapan kepada Mendagri melalui
Gubernur Kalimantan Tengah.
17
Juli 2010: Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang meneruskan surat DPRD
Kotawaringin Barat kepada Mendagri.
23
Juli 2010: Mendagri Gamawan Fauzi meminta KPU pusat menyelesaikan persoalan
itu.
26
Juli 2010: KPU pusat gagal menggelar rapat pleno.
9
Oktober 2010: Bareskrim Polri menangkap Ratna Mutiara, saksi Ujang
Iskandar-Bambang Purwanto yang diduga memberikan keterangan palsu di
persidangan MK.
"RM
disidik dan ditahan Bareskrim sejak 9 Oktober 2010 dalam kasus kesaksian palsu
di bawah sumpah di MK, disangka Pasal 242 KUHP dengan ancaman pidana 7 tahun,
didukung keterangan 10 saksi dan 1 saksi ahli," papar Wakadiv Humas Mabes
Polri I Ketut Yoga Ana, saat itu.
2
November 2010: Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyebutkan penahanan Ratna tidak
mengubah putusan terhadap sengketa hasil pemilu kada. "Tidak ada dampak
apa-apa. Saksi dalam perkara tersebut lebih dari 70 orang, masa palsu semua,"
ujarnya
25
Januari 2011: Muncul nama Kusniyadi yang mengaku sebagai salah satu saksi palsu
yang diajukan kuasa hukum penggugat (Ujang-Bambang).
Bersama
tiga saksi yang keseluruhannya warga Desa Kebun Agung, keterangan mereka
memberatkan Ratna yang saat itu menjalani persidangan. "Kami adalah 2 dari
68 saksi yang diajukan penggugat ke MK kala itu. Kami mohon maaf. Kebodohan
kami dimanfaatkan penggugat. Kami mengikuti saja apa yang diinginkan mereka
kala itu, bahkan disuruh berbohong di depan MK," terang Kusniyadi di
persidangan MK.
30 esember 2011: Mendagri Gamawan Fauzi tetap
melantik Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati
Kotawaringin Barat 2011-2016.
C.
Adnan dan kasus dugaan perampasan kepemilikan
saham PT Desy Timber
Menurut
kuasa hukum PT Desy Timber, Mukhlis Ramlan, kasus itu terjadi pada 2006 lalu.
Yakni saat Adnan Pandu Praja dan Mohamad Indra menjadi kuasa hukum perusahaan.
Saat
itu 40 persen saham perusahaan telah diserahkan ke pihak koperasi pesantren Al
Banjari dan perusahaan daerah (BUMD), serta sebagian masyarakat. Sedangkan 60
persen dikuasai oleh keluarga pemilik PT Desy Timber.
Namun
pada 2006, Adnan bersama Indra merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan
membuat akta notaries yang palsu yang merampas saham milik warga dan pesantren.
D.
Zulkarnain dan kasus dugaan suap dana hibah
Jatim
Koalisi
Masyarakat Sipil Anti Korupsi berunjuk rasa di Gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim
Mabes Polri, Jumat (23/1/2015). Polri menangkap Bambang Widjojanto dengan
alasan terkait dugaan kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010
lalu
Koalisi
Masyarakat Sipil Anti Korupsi berunjuk rasa di Gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim
Mabes Polri, Jumat (23/1/2015). Polri menangkap Bambang Widjojanto dengan
alasan terkait dugaan kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010
lalu.
Kasus
itu terjadi saat Zulkarnain menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Saat
itu, Kejaksaan sedang memeriksa kasus kasus korupsi dana hibah Program
Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dari Pemerintah Provinsi Jawa
Timur
Kejaksaan
kemudian memeriksa pejabat Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Jatim dan
Ketua DPRD Jatim periode 2004-2009, Fathorrasjid.
Menurut
keterangan seorang sumber, saat itu, ada upaya untuk menyelamatkan pejabat
Pemprov Jatim, agar tak ikut diseret dalam kasus itu.
Salah
satu upayanya adalah mendekati Zulkarnain. Setelah pendekatan tersebut,
Zulkarnain diduga telah menerima suap Rp 2,68 miliar. Walaupun seorang saksi
menyebut, Zulkarnain tak menerima langsung uang itu.
Kasus
ini ternyata tak hanya digarap Kejaksaan Tinggi Jatim, tapi laporannya sudah
masuk ke KPK.
E.
Samad dan kasus pertemuannya dengan Petinggi
PDIP
Ketua
KPK Abraham Samad juga dilaporkan ke Bareskrim Polri, terkait pertemuannya
dengan sejumlah petinggi parpol sebelum Pemilu Presiden 2014. Samad disebut,
menawarkan bantuan terhadap penanganan kasus politisi PDIP Emir Moeis.
Kepala
Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto,
Senin (26/1), membenarkan laporan ihwal ini. Tapi pihaknya masih mempelajari
laporan masyarakat tersebut. “Kalau ada unsur pidana akan dipanggil" kata
Rikwanto.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah
dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia masih belum
dapat dijadikan acuan suatu keadilan yang benar-benar adil karena masih banyak
permainan politik di dalamnya. Seperti yang terjadi pada kasus salah satu
mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang dalam kasusnya terjadi scenario pengadilan
yang diluar dugaan. Kesaksian Wiliardi Wizard telah meruntuhkan bangunan
skenario menjerat Antasari sebagai aktor intelektual kasus pembunuhan.
Kesaksian Wiliardi mempertontonkan bahwa sedang berkembang peradilan sesat di
Tanah Air.
Kita mencoba percaya bahwa kegemaran menyusun skenario dan
membuat rekayasa sebuah perkara hanyalah ulah oknum polisi yang mencari jalan
pintas. Karena itu harus ditindak. Tetapi jika pimpinan Polri mendiamkannya,
tuduhan itu beralih menjadi kehendak institusi. Kalau sekarang kita dihadapkan
dengan panggung saling bantah di antara mereka yang bertikai, pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang berbohong.
Mari kita jadikan kasus Antasari ini sebagai potret carut
marut dan bobroknya sistem penegakan hukum dan peradilan di negara kita. Dia
merupakan korban dari suatu proses peradilan yang saya namakan peradilan
sesat,” ujar Jimly yang juga pernah menjabat sebagai Anggota Watimpers ini.
No comments:
Post a Comment