Tuesday, October 25, 2016

Makalah Sistem Politik Indonesia , Pimpinan KPK Dipusaran Kasus Pidana



MAKALAH SISTEM POLITIK INDONESIA
Pimpinan KPK Dipusaran Kasus Pidana KORUPSI



KATA PENGANTAR

Setiap Negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan negaranya secara keseluruhan demi tercapainya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera . untuk itu komponen-komponen suatu negara terutama pemerintah selalu melakukan usaha-usaha demi meratanya pembangunan bangsa dan negara itu sendiri . namun terkadang segala sesuatu yang telah disusun dan direncanakan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan . banyak sekali halangan dan rintangan dalam usaha melakukan pembangunan bangsa dan negara . bahkan biasanya hambatan ini justru datang dari petinggi-petinggi negara ini . salah satu masalah terbesar negara ini yang dianggap hambatan yang paling susah diberantas adalah tindak pidana korupsi . hal inilah yang merupakan masalah terbesar Negara ini . maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia seakan menjadi  ”tren” dikalangan orang-orang penting di Negara ini . korupsi tidak hanya dilakukan sebagai ajang mencari tambahan penghasilan namun terkadang ada alasan-alasan tertentu yang sulit diterima oleh masyarakat .
Korupsi secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh yang begitu besar terhadap kelangsungan kehidupan rakyat Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia bahkan lebih dari separuhnya adalah rakyat “miskin”. Sedangkan oknum-oknum itu, seenaknya merampas hak rakyat. Dalam hal ini pemerintah bekerja keras mencari penyelesaian masalah ini. Oleh karena itu mulailah dibentuk lembaga-lembaga pemberantasan korupsi. Namun pada kenyataanya hal ini belumlah cukup untuk menanggulangi tindak pidana korupsi. Makalah ini akan menjabarkan tentang pidana korupsi itu sendiri . apa itu korupsi, apa penyebab terjadinya korupsi, bagaimana tindak pidana korupsi di Indonesia, dan cara menaggulangi korupsi itu sendiri, serta bagaimna upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah korupsi di Indonesia .




KATA PENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB 1…………………………………………………………………………………
.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………
I.2. TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.
I.2.1. Dasar hukum KPK……………………………………………………
I.3.  STRUKTUR ORGANISASI…………………………………………
I.3.1.  Pimpinan………………………………………………………………
I.3.2.  Ketua KPK……………………………………………………………
I.3.3.  Wakil Ketua KPK……………………………………………………
I.3.4. Tim Penasihat…………………………………………………………
I.3.5. Pelaksana Tugas………………………………………………………
I.3.6. Kepemimpinan KPK……………………………………………………..
A.    KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)…………………
B.     KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)…………………………..
C.    PK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (2009-2010)……….
D.     KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)………………………
E.     KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)………………………...
F.      KPK di bawah Agus Rahardjo (2015-2019)………………………….
I.4. PIMPINAN KPK YANG TERSANGKUT KASUS PIDANA...........
A.    Antasari Azhar…………………………………………………………..
B.     ambang dan kasus sengketa Pilkada Kota Waringin Barat…………..
C.     Adnan Kasus perampasan kepemilikan saham PT Desy Timber.........
D.    Zulkarnain dan kasus dugaan suap dana hibah Jatim………………...
E.     Samad dan kasus pertemuannya dengan Petinggi PDIP……………...
BAB II PENUTUP…………………………………………………………………...
KESIMPULAN…………………………………………………………



BAB I
I.1 LATAR BELAKANG
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.[1] Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[2] Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.[1]
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.[1] Pada periode 2011-2015 KPK dipimpin oleh Ketua KPK Abraham Samad, bersama 4 orang wakil ketuanya, yakni Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja.[3]
Pada tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI yang diketuai oleh Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK terpilih periode 2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali voting[4]. Agus berhasil mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK lainnya, Basaria Panjaitan mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Situmorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.

I.2. TUGAS DAN FUNGSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Komisi Pemberantasan Korupsi, mempunyai tugas:[5]
1.    Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2.    Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3.    Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4.    Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5.    Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:[5]
1.    Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2.    Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3.    Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4.    Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5.    Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

I.2.1. Dasar hukum KPK
Ø  UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN
Ø  UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Ø  PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ø  PP RI No. 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


    Hobi menulis? Digaji Jutaan Rupiah cuma Nulis Artikel di Babe News, buruan gabung daftarnya gratis, ayo daftar aja dulu lalu siapin artikelnya, ayo klik aja GABUNG




I.3.  STRUKTUR ORGANISASI
I.3.1.  Pimpinan
            Pimpinan KPK adalah pejabat negara yang terdiri dari 5 (lima) anggota yakni Ketua yang merangkap Anggota, serta Wakil Ketua yang terdiri atas 4 (empat) orang dan masing-masing merangkap Anggota.[2]

I.3.2.  Ketua KPK
            Ketua KPK adalah salah satu dari lima pimpinan di KPK. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi juga merangkap sebagai anggota KPK.[6]

I.3.3.  Wakil Ketua KPK
            Wakil Ketua KPK merupakan pimpinan KPK yang juga merangkap sebagai anggota KPK. Wakil Ketua KPK terdiri dari:
-Wakil Ketua Bidang Pencegahan;
-Wakil Ketua Bidang Penindakan
-Wakil Ketua Bidang Informasi dan Data; dan
-Wakil Ketua Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

I.3.4. Tim Penasihat
            Tim Penasihat berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan sesuai dengan kepakarannya kepada Komisi Pernberantasan Korupsi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) anggota.[2]

I.3.5. Pelaksana Tugas
            Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi No. PER-08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, pelaksana tugas KPK terdiri dari:
    Deputi Bidang Pencegahan
    Deputi Bidang Penindakan
    Deputi Bidang Informasi dan Data
    Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat  Sekretariat Jenderal
I.3.6. Kepemimpinan KPK
G.    KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi Aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.
Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK. Sekarang sejak Desember 2011, KPK diketuai oleh Abraham Samad
H.    KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)
Kontroversi Antasari Azhar saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000-2007) yang gagal mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lainnya yaitu Chandra M. Hamzah dengan memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR. Kiprahnya sebagai Ketua KPK antara lain menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Antasari juga berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.

I.       KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (Pelaksana Tugas) (2009-2010)
Mantan Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean terpilih menjadi pelaksana tugas sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dilantik pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Serta ditetapkan berdasarkan Perppu Nomor 4 Tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September 2009. Pengangkatannya dilakukan untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan dan diberhentikan akibat tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Di bawah masanya memang KPK berhasil menetapkan bekas Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi. Selain itu, KPK juga berhasil menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismet Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran. Tapi beberapa kasus masih mandek penanganannya, misalnya saja, kasus Bank Century, membuat penilaian bahwa lembaga itu mulai melempem. Pada tanggal 15 Maret 2010, ia diberhentikan dengan Keppres No. 33/P/2010 karena Perppu ditolak oleh DPR.

J.      KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)
M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik dan diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK menggantikan Antasari Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010. Pada saat sebagai ketua sangat sering mengkritik DPR , yang terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada pemilihan pimpinan KPK tanggal 2 Desember 2011 ia "turun pangkat" menjadi waki ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham Samad yang memperoleh 43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan dilaksanakan pada 17 Desember 2011.


            Hobi menulis Artikel atau anda juga seorang Blogger dan juga seorang mahasiswa/sekolah/kerja/pengangguran, dan mau dapet gaji jutaan rupiah dengan hany menulis Artikel saja, itu bisa hanya di Babe News, setiap bikin Artikel baru maka anda akan dapt komisi lumayan besar 50ribu setiap Artikel yang kita buat, ayoo buruan gabung, gabung aja dulu nanti baru bikin Artikelnya, buruan daftarnya Gratis, klik aja GABUNG




K.    KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)
DR. Abraham Samad SH. MH menggantikan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK selanjutnya. Pada tanggal 3 Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara. Ia dan jajaran pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK periode 2011-2015 adalah Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, dan Busyro Muqoddas. Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham samad memimpin adalah Kasus Korupsi Wisma Atlet, Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Gratifikasi Impor Daging Sapi, Kasus Gratifikasi SKK Migas, Kasus Pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak. Beberapa orang yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah: Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi Rubiandini, dll.

L.     KPK di bawah Agus Rahardjo (2015-2019)
Berlatar belakang pendidikan teknik sipil di Institut Teknologi Sepuluh November, Agus Rahardjo adalah orang pertama yang terpilih memimpin KPK tanpa pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga penegakan hukum. Rahardjo menggantikan Plt. Taufiequrachman Ruki
Pada tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI yang diketuai oleh Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK terpilih periode 2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali voting. Rahardjo berhasil mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK lainnya, Basaria Panjaitan mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Situmorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.



I.4. BEBERAPA PIMPINAN KPK YANG TERSANGKUT KASUS PIDANA

A.      Antasari Azhar
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang menjadi terdakwa dalam sidang pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen kaget dengan kesaksian Williardi Wizard. Mantan Kapolres Jaksel itu mengaku tuduhan pada Antasari adalah rekayasa penyidik kepolisian. “Memang tingkat keimanan paling tinggi. Kesabaran, 6 bulan (dipenjara) tidak masalah. (Saya) terkejut kok seperti itu saat memeriksa WW target Antasari,” kata Antasari saat sidang di PN Jaksel ditunda, Selasa (10/11). Diungkapkan bahwa selama ini ia tegar karena Tuhan tidak tidur. “Begitu cara orang menzalimi saya. Kebenaran mulai terungkap, Allahu akbar,” tutur Antasari.
Juniver Girsang, pengacara Antasari, menuturkan bahwa kesaksian Williardi masuk dalam sejarah persidangan. Saat mendengar persidangan, dia sangat kaget. Pernyataan saksi WW itu membuat seluruh penasihat hukum terkejut dan menilai bahwa ini merupakan sejarah peradilan, di mana pernyataan saksi membuat pernyataan bahwa ada skenario yang ditujukan kepada terdakwa Antasari.

Dua Jenderal Polisi Terlibat Kasus Antasari
Ternyata, dua jenderal bintang dua polisi ikut terseret kasus Antasari Azhar. Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Irawan Dahlan dihadirkan dalam sidang Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Para perwira tinggi Polri ini dijadikan saksi dalam pesidangan akibat namanya telah disebut oleh terdakwa pembunuhan Nasrudin, Kombes Pol Williardi Wizar.
Menurut Cirus, kesaksian Williardi yang menyebutkan ada rekayasa kasus Antasari tidak bisa berdiri sendiri. JPU siap membuktikan dakwaan Antasari terlibat pembunuhan Nasrudin benar adanya. “Boleh-boleh saja mengatakan seperti tadi. Tapi fakta-fakta itu harus berdasarkan bukti,” tutur JPU.
Sebelumnya, Williardi Wizar membuat pengakuan mengejutkan dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar. Williardi menyeret Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Iriawan Dahlan yang menekannya dalam proses pemeriksaan. “Jam 10.00 WIB pagi saya didatangi oleh Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko. Dia katakan sudah kamu ngomong saja, kamu dijamin oleh pimpinan Polri tidak ditahan, hanya dikenakan disiplin saja,” ungkap Wiliardi dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (10/11).
Kemudian, lanjut Wiliardi, pada pagi dini harinya sekitar pukul 00.30 WIB, dia dibangunkan oleh penyidik kepolisian. Di ruang pemeriksaan, ada istri dan adik iparnya, serta Dirkrimum saat itu Kombes Pol M Iriawan. “Dirkrimun bilang ke istri saya, kamu bilang saja ke suami kamu, semuanya akan dibantu. Jam setengah satu saya diperiksa, dan disuruh buat keterangan agar bisa menjerat Antasari. Jaminannya saya bisa pulang. Ini saya ngomong benar, demi Allah,” bebernya.
Wiliardi bahkan meminta majelis hakim untuk menelepon M Iriawan. “Saya juga mengirim SMS, menagih janjinya. Katanya saya tidak akan ditahan dan saya juga meminta agar segera diklarifikasi, kalau saya juga tidak sebejat seperti yang diberitakan sebagai orang yang mencari eksekutor. Tapi hari itu juga saya mau ditahan,” terangnya.
Dia mengaku, bila memang ada pertemuan di rumah Sigit, antara dirinya dan Antasari, kemudian ada perintah untuk membunuh, dia mengaku siap dihukum seberat-beratnya. “Jadi itu tidak benar. Silakan cek di CCTV, amplop yang diterima saya, itu diberikan Sigid bukan Antasari,” imbuhnya.
Williardi juga mengaku, pernah suatu waktu dia dijemput oleh Brigjen Pol Iriawan Dahlan, saat itu dia diajak minum kopi di ruangan Hadiatmoko. “Saya ditanya kenal Edo, Antasari, Sigit dan apa pernah menyerahkan Rp 500 juta. Saya memang menyerahkan ke orang untuk menyelidiki suatu kasus di Citos. Tapi saya tidak tahu kemudian dipakai membunuh,” paparnya.
Kemudian, setelah itu Hadiatmoko menahannya atas tuduhan pembunuhan. “Kok saya bingung cuma antar uang ditahan? Sejak itu saya ditahan. Pak Hadiatmoko bilang ini perintah pimpinan, dan saya diminta mengikuti saja penyidikan biar perkara cepat P21. Bagaimanapun pimpinan saya Kapolri, sehinga saya tertarik. Saya, keluarga, istri dan ortu diimingi kebebasan saya,” tutupnya.
Sementara itu Hadiatmoko saat dikonfirmasi tidak mau memberikan komentar. “Enggak, enggak. Terima kasih,” jelas Hadiatmoko melalui telepon.
Williardi Wizar mengaku, kasus Antasari direkayasa pihak tertentu di Polri. Penahanan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dikondisikan oleh beberapa petinggi kepolisian. “Pukul 00.00 WIB saya diperiksa dengan didatangi oleh Direktur Reserse Polda Metro Jaya yang katanya itu perintah atasan,” kata Wiliardi berapi-api.. Williardi menyatakan saat itulah dikatakan bahwa Antasari adalah sasaran mereka. Wiliardi bersumpah bahwa kejadian itu benar. “Di situ dikatakan — Demi Allah ini saya bersumpah — sasaran kita hanya Antasari. Demi Allah saya bersumpah, biar mati lampu ini, mati saya Pak,” ujarnya.

Williardi mengungkapkan semuanya ini dalam kesaksiannya di sidang dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera, Selasa (10/11).
v  Skenario Menjerat Antasari Azhar
PANGGUNG pertunjukan selalu terbuka bagi Antasari Azhar. Dia dikecam sekaligus disanjung. Ketika menapaki tangga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia dicibir dan diragukan. Tetapi tatkala mulai menangkap dan menggiring banyak koruptor ke bui, dia dielukan dan menjadi idola. Tetapi masa jaya Antasari tidak bertahan lama.
Dia terjerembap dalam perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dia dituduh menjadi aktor intelektual kasus pembunuhan itu. Posisinya sebagai Ketua KPK dicopot. Dia dijebloskan ke sel dan ditahan di tahanan Polda Metro Jaya.

v  Ahli Forensik Beberkan Bukti Kasus Antasari
Ahli forensik RSCM dr Mun’im Idris mengungkap kejanggalan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait perkara Antasari Azhar. Kejanggalan ini bisa dipakai sebagai bukti baru dalam peninjauan kembali (PK) Antasari Azhar. Menurut Mun’im, keterangannya sebagai ahli yang diberikannya di persidangan tidak digunakan oleh hakim agung MA dalam putusan kasasinya.
“Saya menulis dalam keterangan saya sebagai ahli forensik, jenis peluru yang bersarang di Nasrudin (Nasrudin Zulkarnaen) adalah diameter 9 mm kaliber O,38 tipe SNW tapi diminta dihapus oleh polisi,” kata Mun’im Idris dalam konfrensi pers di RSCM, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu lalu, 5/1/2010.
Keterangan otopsi tertulis ini disampaikan oleh Mun’im Idris dalam surat otopsi. Namun, pihak Kepolisian meminta keterangan tersebut dihapus. “Yang saya tulis ya yang saya temukan. Yang meminta dihapus langsung saya lupa yang datang ke sini. Lantas Wadir Serse Polda Metro Jaya menelepon saya minta untuk dihapus. Lalu saya bilang ini kewenangan saya,” tambah Mun’im.
Selain itu, dia juga menyatakan menerima mayat Nasrudin tidak dalam utuh atau tersegel. Kondisi mayat seharusnya masih berbalut baju ketika mayat meninggal. “Tapi saya sudah menerima tanpa label, tanpa baju dan kondisi luka kepala sudah terjahit. Seharusnya masih utuh apa adanya,” terang Mun’im.
Fakta ini dipersilakan Mun’im untuk menjadi bukti baru mengajukan PK Antasari. “Itu penglihatan ahli hukum. Semua sudah saya utarakan di pengadilan. Kalau dipengadilan yang punya kuasa itu hakim. Mau diterima atau tidak (keterangan ahli) bukan urusan saya,” tutup Mun’im.
Sebelumnya, mantan ketua KPK Antasari Azhar merasa masih ada kejanggalan dalam putusan yang diterimanya hingga tingkat kasasi. Karena itu, dia akan mengajukan upaya hukum terakhir yaitu Peninjauan Kembali (PK).
Antasari menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen. Pria asal Palembang tersebut kemudian divonis 18 tahun penjara di PN Jaksel. Hingga tingkat kasasi, putusannya tetap. “Sebentar lagi saya akan menjadi terpidana. Saya masih punya satu hak untuk meraih kebenaran yang berhubungan dengan rasa keadilan, yaitu Peninjauan Kembali,” kata Antasari sebelum meninggalkan Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta.
Tidak hanya itu, Antasari juga mempertanyakan sejumlah barang bukti yang diajukan oleh jaksa. Masih banyak bukti-bukti yang hingga kini belum terungkap. “Saya akan terus berjuang di mana baju korban, yang sampai hari ini tidak dijadikan barang bukti, saya akan terus meneliti apa akibat kematian korban. Katanya proyektil 9 mm, 9 mm apakah masih bisa digunakan oleh revolver, itu semua akan saya cari,” urainya.
Mayat Nasrudin Sudah Dimanipulasi
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai saksi kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam kesaksiannya, Mun’im mengatakan mayat Nasrudin sudah dimanipulasi saat ia terima untuk diperiksa. “Karena jasadnya sudah berpindah dari rumah sakit ke rumah sakit. Saya menerima kondisinya sudah dijahit,” kata Mun’im dalam sidang dengan terdakwa Antasari Azhar, Kamis 10 Desember 2009. Selain itu, kata dia, kepala Nasrudin pun sudah dicukur. “Akibatnya (manipulasi mayat) ini akan berkaitan dengan alibi tersangka nantinya,” kata dia.
Mun’im menjelaskan ada tiga pejabat menelpon dirinya untuk permintaan otopsi Nasrudin. Mereka adalah penyidik kasus pembunuhan Niko, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda saat itu Komjen M Iriawan, dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Jusuf Manggabarani. “Mereka minta saya ke RS Gatot Subroto. Tapi saya bilang, (jasad Nasrudin) bawa ke Cipto saja.”
Saat memeriksa jasad Nasrudin, Mun’im mengaku masih menemukan dua peluru di kepala Nasrudin, yakni di sebelah kanan dekat telinga dan di batang tengkorak. “Meski peluru masih di dalam, tapi sudah dijahit (lukanya),” kata dia. Kedua peluru, jelasnya, mengenai jaringan otak. “Sehingga menyebabkan kematian meski tidak langsung.”
Seorang Ahli forensik RSCM [dr Mun’im Idris] tidak mungkin berbohong dalam mengungkap kejahatan. Beliau adalah seorang dokter yang profesional dan jujur. Dalam kesaksiannya mengatakan, ada pihak kepolisian yang ingin menghilangkan sebagian keterangan hasil otopsi, namun ditolak oleh beliau. Jika yang diutarakan oleh dr Mun’im Idris tidak benar, seharusnya pihak polri menuntut balik atas pernyataannya. Tapi nyatanya hingga saat ini tidak ada sanggahan dari pihak polri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterangan dr Mun’im adalah benar dan pihak polri telah dengan jelas berupaya merekayasa kasus Antasari Azhar.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, adalah gambaran bobroknya sistem hukum di Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat memberikan kata sambutan dalam acara peluncuran buku berjudul “Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan” di Aula Universitas Al Azhar, Jakarta, Kamis (15/9/2011).

Menurut Jimly, ada grand design yang salah dalam penanganan kasus Antasari. Salah satunya adalah ditolaknya rekomendasi Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam persidangan Antasari oleh Mahkamah Agung. Menurut dia, seharusnya sesama lembaga negara saling menghormati keputusan satu sama lain.
Dalam kesempatan yang sama, Jimly Assidhiqie mengatakan, bahwa kasus yang melilit mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar adalah potret carut marutnya penegakan hukum di Indonesia. Betapa tidak, kata Jimly, apa yang menjadi pelaku sebenarnya tidak terungkap secara riil berdasarkan fakta hukum tetapi korban yang dijadikan sebagai pelaku kejahatan. Artinya negara masih tunduk pada politik bukan hukum. “Makanya, kalau saya jadi hakim tentulah Pak Antasari Azhar akan saya bebaskan,” ucap Jimly dalam peluncuran buku ‘Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan’ di auditorium Universitas Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (15/9/2011).
B.     Bambang dan kasus sengketa Pilkada Kota Waringin Barat
Penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Ronny Sompie, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dilaporkan oleh Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan pada 15 Januari 2015.
Bambang diduga menghasut saksi untuk memberi keterangan palsu untuk sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat pada 2010.
Saat itu, Sugianto Sabran dan Eko Soemarno adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 lalu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan itu sebagai, mengalahkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, yang saat ini memimpin Kotawaringin Barat.
Pasangan Ujang-Bambang melalui kuasa hukum dari Bambang Widjojanto, yang saat itu masih berprofesi sebagai pengacara, mengajukan gugatan dan dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Atas dugaan penghasutan ini, Bambang Widjojanto dijerat dengan Pasal 242 Juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena menyuruh memberikan keterangan palsu dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana tujuh tahun.





Berikut kronologi sengketa Pilkada Kotawaringin Barat 2010
12 Juni 2010: KPU Kotawaringin Barat menetapkan pasangan Sugianto-Eko sebagai kepala daerah terpilih dengan perolehan 67.199 suara. Pasangan Ujang-Bambang hanya meraih 55.281 suara.
16 Juni 2010: Pasangan Ujang-Bambang melalui kuasa hukum dari Kantor Widjojanto, Sonhadji, & Associates mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilu kada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
18 Juni 2010: Permohonan itu diregistrasi dengan nomor 45/PHPU.DVIII/2010.
7 Juli 2010: MK mengabulkan gugatan, membatalkan penetapan pemenang pemilu kada oleh KPU, mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko, dan memerintahkan KPU Kotawaringin Barat untuk menerbitkan surat keputusan yang menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai bupati dan wakil bupati terpilih.
14 Juli 2010: KPU Kotawaringin Barat memutuskan tidak dapat melaksanakan putusan MK dan menyerahkan putusan MK kepada DPRD Kotawaringin Barat sesuai dengan keputusan awal, yaitu Sugianto-Eko sebagai pasangan kepala daerah terpilih.
15 Juli 2010: DPRD Kotawaringin Barat mengusulkan pasangan Sugianto-Eko sebagai kepala daerah terpilih dan menyerahkan penetapan kepada Mendagri melalui Gubernur Kalimantan Tengah.
17 Juli 2010: Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang meneruskan surat DPRD Kotawaringin Barat kepada Mendagri.
23 Juli 2010: Mendagri Gamawan Fauzi meminta KPU pusat menyelesaikan persoalan itu.
26 Juli 2010: KPU pusat gagal menggelar rapat pleno.
9 Oktober 2010: Bareskrim Polri menangkap Ratna Mutiara, saksi Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang diduga memberikan keterangan palsu di persidangan MK.
"RM disidik dan ditahan Bareskrim sejak 9 Oktober 2010 dalam kasus kesaksian palsu di bawah sumpah di MK, disangka Pasal 242 KUHP dengan ancaman pidana 7 tahun, didukung keterangan 10 saksi dan 1 saksi ahli," papar Wakadiv Humas Mabes Polri I Ketut Yoga Ana, saat itu.
2 November 2010: Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyebutkan penahanan Ratna tidak mengubah putusan terhadap sengketa hasil pemilu kada. "Tidak ada dampak apa-apa. Saksi dalam perkara tersebut lebih dari 70 orang, masa palsu semua," ujarnya
25 Januari 2011: Muncul nama Kusniyadi yang mengaku sebagai salah satu saksi palsu yang diajukan kuasa hukum penggugat (Ujang-Bambang).
Bersama tiga saksi yang keseluruhannya warga Desa Kebun Agung, keterangan mereka memberatkan Ratna yang saat itu menjalani persidangan. "Kami adalah 2 dari 68 saksi yang diajukan penggugat ke MK kala itu. Kami mohon maaf. Kebodohan kami dimanfaatkan penggugat. Kami mengikuti saja apa yang diinginkan mereka kala itu, bahkan disuruh berbohong di depan MK," terang Kusniyadi di persidangan MK.
30    esember 2011: Mendagri Gamawan Fauzi tetap melantik Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat 2011-2016.

C.    Adnan dan kasus dugaan perampasan kepemilikan saham PT Desy Timber
Menurut kuasa hukum PT Desy Timber, Mukhlis Ramlan, kasus itu terjadi pada 2006 lalu. Yakni saat Adnan Pandu Praja dan Mohamad Indra menjadi kuasa hukum perusahaan.
Saat itu 40 persen saham perusahaan telah diserahkan ke pihak koperasi pesantren Al Banjari dan perusahaan daerah (BUMD), serta sebagian masyarakat. Sedangkan 60 persen dikuasai oleh keluarga pemilik PT Desy Timber.
Namun pada 2006, Adnan bersama Indra merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan membuat akta notaries yang palsu yang merampas saham milik warga dan pesantren.

D.    Zulkarnain dan kasus dugaan suap dana hibah Jatim
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berunjuk rasa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1/2015). Polri menangkap Bambang Widjojanto dengan alasan terkait dugaan kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010 lalu
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berunjuk rasa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1/2015). Polri menangkap Bambang Widjojanto dengan alasan terkait dugaan kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat tahun 2010 lalu.
Kasus itu terjadi saat Zulkarnain menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Saat itu, Kejaksaan sedang memeriksa kasus kasus korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Kejaksaan kemudian memeriksa pejabat Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Jatim dan Ketua DPRD Jatim periode 2004-2009, Fathorrasjid.
Menurut keterangan seorang sumber, saat itu, ada upaya untuk menyelamatkan pejabat Pemprov Jatim, agar tak ikut diseret dalam kasus itu.
Salah satu upayanya adalah mendekati Zulkarnain. Setelah pendekatan tersebut, Zulkarnain diduga telah menerima suap Rp 2,68 miliar. Walaupun seorang saksi menyebut, Zulkarnain tak menerima langsung uang itu.
Kasus ini ternyata tak hanya digarap Kejaksaan Tinggi Jatim, tapi laporannya sudah masuk ke KPK.
E.     Samad dan kasus pertemuannya dengan Petinggi PDIP
Ketua KPK Abraham Samad juga dilaporkan ke Bareskrim Polri, terkait pertemuannya dengan sejumlah petinggi parpol sebelum Pemilu Presiden 2014. Samad disebut, menawarkan bantuan terhadap penanganan kasus politisi PDIP Emir Moeis.
Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto, Senin (26/1), membenarkan laporan ihwal ini. Tapi pihaknya masih mempelajari laporan masyarakat tersebut. “Kalau ada unsur pidana akan dipanggil" kata Rikwanto.















BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia masih belum dapat dijadikan acuan suatu keadilan yang benar-benar adil karena masih banyak permainan politik di dalamnya. Seperti yang terjadi pada kasus salah satu mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang dalam kasusnya terjadi scenario pengadilan yang diluar dugaan. Kesaksian Wiliardi Wizard telah meruntuhkan bangunan skenario menjerat Antasari sebagai aktor intelektual kasus pembunuhan. Kesaksian Wiliardi mempertontonkan bahwa sedang berkembang peradilan sesat di Tanah Air.
Kita mencoba percaya bahwa kegemaran menyusun skenario dan membuat rekayasa sebuah perkara hanyalah ulah oknum polisi yang mencari jalan pintas. Karena itu harus ditindak. Tetapi jika pimpinan Polri mendiamkannya, tuduhan itu beralih menjadi kehendak institusi. Kalau sekarang kita dihadapkan dengan panggung saling bantah di antara mereka yang bertikai, pertanyaannya, siapa sesungguhnya yang berbohong.
Mari kita jadikan kasus Antasari ini sebagai potret carut marut dan bobroknya sistem penegakan hukum dan peradilan di negara kita. Dia merupakan korban dari suatu proses peradilan yang saya namakan peradilan sesat,” ujar Jimly yang juga pernah menjabat sebagai Anggota Watimpers ini.

No comments:

Post a Comment