Daftar Isi
Kata
pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB I
Pembahasan
1. Definisi pemilihan umum.....................................................................
2. Perkembangan pemilihan umum........................................................
3. Sistemn pemilihan umum....................................................................
4. Kegiatan – kegiatan pemilihan umum...............................................
5. Fungsi pemilihan umum......................................................................
1. Definisi pemilihan umum.....................................................................
2. Perkembangan pemilihan umum........................................................
3. Sistemn pemilihan umum....................................................................
4. Kegiatan – kegiatan pemilihan umum...............................................
5. Fungsi pemilihan umum......................................................................
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
Daftar
Pusaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia
pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR,
DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk
dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim
pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama
kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian
dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering
merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang
diadakan lima tahun sekali.Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran
demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap
pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam
kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui
pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam
struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya
apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara
yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi
negara.
Umumnya yang berperan dalam pemilu dan
menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang
menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh
rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem
pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya
disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan
memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau
sistem perwakilan berimbang).
B. Rumusan
Masalah
1. Apa saja
sistem pemilihan umum ?
2. Kegiatan – kegiatan dalam pemilihan
umum ?
3. Apa fungsi pemilihan umum ?
Hobi menulis Artikel, dan anda seorang mahasiswa/sekolah/udah kerja/masih pengangguran hehe😁😁😁 ,mau di Gaji Jutaan Rupiah cuma bikin Artikel doang, apa bisaaa???? tentu bisa dong hanya di Babe News 😊 , ayoo buruan gabung dan daftarnya gratis, ayo gabung aja dulu nanti baru bikin Artikelnya 😁, klik aja GABUNG
C. Tujuan
1.
Untuk mengentahui apa saja sistem pada pemilihan umum
2.
Kegiatan – krgiatan apa saja yang ada dalam pemilihan
umum
3.
Dan apa fungsi dari pemilihan umum itu sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
PEMILIHAN UMUM
1. Definisi
Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah salah satu ciri yang harus ada pada negara
demokrasi. Dengan demikian pemilu merupakan sarana yang penting untuk rakyat
dalam kehidupan negara, yaitu dengan jalan memilih wakil-wakilnya yang pada
gilirannya akan mengendalikan roda pemerintahan. Hasil pemilihan umum yang
diselengarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat mencerminkan
aspirasi dan partisipasi masyarakat.
Walaupun demikian pemilihan umum bukan satu-satunya tolak ukur dan
disamping itu harus dilengkapi juga dengan pengukuran kegiatan lainnya yang
lebih bersifat brkesinambungan, seperti kegiatan partai, lobbying dan sebagainya.[1][1]
Definisi pemilihan umum menurut para ahli sebagai berikut :
1)
Harris G.
Warren
Pemilihan umum adalah kesempatan bagi para warga negara untuk memilih
pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk
dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusannya itu para warga
negara menentukan apakah sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki.
Jadi kesimpulan dari definisi diatas bahwa pemilu merupakan suatu cara
atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mwakili rakyat dalam
menjalankan roda pemerintahan.
2)
A. Sudiharto
Pemilu adalah sarana demokrasi yang penting dan merupakan perwujudan yang
nyata untuk keikut sertaan rakyat dalam kehidupan kenegaraan. Sebab rakyat
memiliki hak untuk memilih.
Menurut pendapat para ahli tersebut maka bisa dikatakan bahwa pemilu
merupakan suatu cara menentukan wakil-wakil yang akan menjalankan roda
pemerintahan dimana pelaksanaan pemilu harus disertai dengan kebebasan dalam
arti tidak mendapat pengaruh maupun tekanan dari pihak manapun juga. Yang mana
semakin tinggi tingkat kebebasan dalam pelaksanaan pemilu maka semakin baik
pula penyelenggaraan pemilu. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah tingkat
kebebasan maka semakin buruk pula penyelenggaraan pemilu. Hal ini menimbulkan
anggapan yang menyatakan bahwa semakin banyak rakyat yang ikut pemilu maka
dapat dikatakan pula semakin tinggi kadar demokrasi yang terdapat dalam
menyelenggarakan pemilu.
Dalam pemilihan umum diharapakan wakil-wakil yang terpilih benar-benar
mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang
memilihnya. Oleh karena untuk menentukan yang berwenang siapa yang berwenang
mewakili rakyat dilaksanakan pemilu.[2][2]
2.
Perkembangan Pemilihan Umum
1. Di Athena
Kuno dan Roma, pemilhan umum digunakan untuk pemilihan kaisar dan Paus. Asal
usul pemilu di dunia munculnya bertahap di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-17.
2. Abad ke-18,
organisasi merupakan jembatan ke ruang politik, serta setiap bentuk-bentuk
partisipasi dalam pemilu telah diatur dalam adat istiadat setempat. Meskipun
pada revolusi Perancis dinyatakan bahwa setiap warga negara secara formal
memiliki hak yang sama satu dengan lainnya.
3.
Abad ke-19,
dalam reformasinya Inggris memperluas kriteria pemilih. Pada saat itu pendukung
demokrasi penuhlah pencetus mengenai hak pilih universal.
4.
Abad ke-20,
di Eropa Barat penggunaan pemilihan massa yanh kompetetif memiliki tujuan dan
pengaruh mempersatukan keberagaman yang ada akan tetapi jika ditilik, pemilu
massa sangatlah berbeda dengan konsep satu partai pada rezim komunis.
5.
Tahun
1970-an, pemilu telah memasuki sejumlah kecil negara yang memiliki
kediktattoran militer, juga pada saat itu telah munculnya pemilihan yang
kompetetif yang juga diperkenalkan secara bertahap di sebagian besar daerah
Amerika Latin.
6.
Di Asia,
pemilu komperatif baru muncul dan diterapkan setelah Perang Dunia II yaitu di
negara Fillipina dan Korea.
3. Sistem Pemilihan Umum
Sistem
pemilu mengatur bagaimana suara pemilih diterjemahkan dalam mandat atau amanat.
Penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) merupakan
unsur yang harus ada dalam pemerintahan demokrasi. Pemilihan umum di negara
demokrasi dapat dipandang sebagai awal dari paradigma demokrasi. Di samping
unsur pemilihan umum, di negara demokrasi juga harus ada unsur pertanggungjawaban
kekuasaan. Oleh karena itu jika pemilihan dapat dipandang sebagai awal maka
pertanggungjawaban kekuasaan harus dapat dipandang sebagai akhir paradigma
demokrasi.
Dikebanyakan Negara demokrasi, pemilihan umum dianggap
lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi
itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana
keterbukaan dengan kebebasan berpendapat
dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan
dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Dalam ilmu
politik dikenal bermacam-macam sistem
pemilihan umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok yaitu:
a)
Single –member Constituensy (satu daerah
pemilihan satu wakil biasanya disebut sistem Distrik).
b)
Multi member Constituency ( satu
daerah pemelihan memilih beberapa wakil biasanya dinamakan Sistem Perwakilan
Berimbang atau Sistem Proposional).
1. Sistem Distrik (Single-member Constituensy)
Untuk dapat terpilih dalam suatu
daerah pemilihan (distrik), seorang kandidat atau beberapa orang kandidat harus
memenangkan jumlah tertinggi dari suara yang sah, atau dalam beberapa varian,
mayoritas dari suara yang sah dalam distrik tersebut. Sistem ini meliputi First
Past The Post (FPTP), Block Vote dan Party Block Vote,
Alternative Vote (AV), dan Dua Putaran (Two Round System).
Sistem distrik merupakan sistem pemilihan umum yang
paling tua dan didasrkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis
(biasanya disebut distrik) memproleh satu kurasi dalam parlemen. Untuk
keperluan itu Negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan yang
kira-kira sama jumlah penduduknya. Dalam sistem distrik ini, satu distrik
menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik hanya berhak atas satu kursi,
dan kontenstan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemegang tunggal (First
Past The Post (FPTP).
Sistem distrik sering dipakai
dinegara yang mempunyai sistem dwi-partai seperti inggris Serta bekas
jajahannya seperti India dan Malaysia serta Amerika. Dalam sistem distrik
karena hanya diperlukan pluralitas suara (suara terbanyak) untuk membentuk
suara pemerintahan dan bukan mayoritas ( 50% plus satu) dapat terjadi bahwa
partai yang menang dengan hanya memperoleh pliralitas suara dapat membentuk
kabinet.
Pemrintahan seperti ini disebut minority government. Ciri khas sistem
distrik adalah dalam pelaksanaannya adanya kesenjangan antara jumlah suara yang
diperoleh satu partai secara nasional dan jumlah kursi yang diperoleh suatu
partai. Akibat dari distorsi mengutamakan partai besar over-respresentation, dan merugikan partai kecil karena under-respresentation.
Hal ini terjadi karena banyak suara
dari partai kecil bisa dinyatakan hilang, yaitu karena tidak dapat memenangkan
perolehan suara dalam suatu distrik.
Sistem distrik mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya :
Karena kecilnya distrik, maka wakil
yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik tersebut, sehingga
hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.
Lebih mendorong pada koalisi
partai-partai karena kursi yang diprebutkan dalam satu distrik hanya satu.
Berkurangnya partai dan meningkatnya
kerjasama antara partai untuk pemerintah yang stabil dan mempertahankan
stabilitas nasional.
Lebih mudah bagi suatu partai untuk
mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen.
Selain mempunyai keuntungan sistem distrik juga
mempunyai kekurangan yaitu :
Kurang memeperhatikan adanya
partai-partai kecil dan golongan minoritas
.
Kurang representatif, dimana partai
yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya.
Adanya anggapan bahwa seorang wakil
lebih mementingkan kepntingan daerah distrik daripada kepentingan nasional.
2. Sistem Proporsional (Multi member
Constituency)
Dengan menggunakan distrik-distrik
wakil majemuk, jumlah wakil yang terpilih untuk suatu distrik ditentukan oleh
presentase suara sah yang diraih oleh partai atau kandidat peserta pemilu dalam
distrik tersebut. Sistem ini meliputi Representasi Proporsional Daftar (List
Proportional Representation), Mixed
Member Proportional (MMP), Single
Transferable Vote (STV).
Dalam sistem proporsional, satu
wilayah dianggap satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi
sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kandidat, secara nasional, tanpa
menghiraukan distribusi suara tersebut.
Dimana dalam sistem ini merupakan sistem pemilihan yang
tidak membagi Negara menjadi beberapa bagian wilayah atau distrik. Pada intinya
sistem ini menetapkan jumlah kursi atau calon yang terpilih menjadi wakil
rakyat yang diperoleh suatu kontestan merupakan jumlah suara yang diperolehnya
dalam pemilu.
Sistem proporsional mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu sebagai berikut :
Masyarakat heterogen lebih tertarik
pada sistem ini karena menguntungkan bagi masing-masing golongan.
Golongan kecil manapun dapat
menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat.
Dianggap lebih demokratis, karena
asas on man one vote dilaksanakan
secara penuh tanpa ada unsur yang hilang.
Dianggap represntatif, karena jumlah
kursi partai dala parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari
masyarakat dalam pemilu.
Selain itu Sistem proporsional mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu antara lain :
Mempermudah fragmentasi partai
(pembentukan partai baru) sehingga cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan
yang ada dan kurang terdorong mencari dan memenfaatkan persamaan-persamaan.
Wakil yang terpilih merasa dirinya
lebih terikat pada partai dan mengakibatkan kurang merasakan loyalitas kepada
daerah yang telah memilihnya.
Banyak partai yang mempersukar
terbentuknya pemerintahan yang stabil.
Memberikan peranan atau kekuasaan
yang sangat kuat kepada pimpinan partai, karena pimpinan yang akan menentukan
orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat.
Sulit bagi suatu partai untuk meraih
mayoritas (50% + 1) dalam parlemen.
Dampak pemilu proporsional yang disesuaikan terhadap
hasil pemilu dan sistem politik adalah:
Peraturan
mengenai hak untuk memilih, yang memiliki efek terbesar pada kekuatan
konsentrasi partai, seperti pada Republik Federal Jerman adalah 5% klausul
pembatas.
Perubahan mengenai aspek pembagian kekuasaan
adalah meningkatnya penolakan terhadap partai-partai besar.
Adanya
kemungkinan pemecahan suara dari suara pertama dan suara kedua semakin
dimanfaatkan para pemilih partai kecil.
Kemungkinan
pemilihan partai-partai politik dapat sangat dipengaruhi oleh pembagian daerah
kekuasaan.
Urutan calon
legislatif ditentukan oleh partai-partai.
Ditentukan
suatu cara perhitungan untuk mengkonversi suara pemilih menjadi mandat.
4.
Kegiatan-kegiatan Pemilihan Umum
Pemilu merupakan suatu proses kegiatan, dan sebagai suatu proses kegiatan
pemilu memiliki beberapa tahap-tahap yang semua saling berkaitan, yaitu
diantaranya :
Pendaftaran
pemilu
Pengajuan nama
dan tanda gambar organisasi
Pengajuan
nama calon
Penelitian
calon-calon
Penetapan
calon-calon
Pengumuman
daftar calon
Kampanye
pemilihan
Pemungutan
suara
Penghitungan
suara
Penetapan
hasil pemilu
Pengambilan
sumpah atau pelantikan Anggota-anggota.
Tahap-tahapan menurut Harris G. Warren :
Tahap
Nominasi
Tahap
Kampanye
Tahap
Pemilihan
Tahapan
pemilu yang dikeluarkan oleh Harris G. Warren ini kurang lengkap. Ada beberapa
tahapan penting tidak dimasukkan misalnnya tahap pendaftaran dan tahap
penghitungan suara. Jadi secara umum pertahapan dalam pemilu adalah :
Tahap
sebelum pemungutan suara yang meliputi tahap :
1.
Kegiatan
pertama kali diselenggarakan.
2.
Pencalonan
yang dicalonkan.
3.
Kampanye
(cara untuk menanamkan pengaruh dan simpati dikalangan masyarakat).
Tahap
pemungutan suara
Pemungutan
suara disebut juga pengambilan keputusan oleh rakyat. Yang mana
penyelenggaraannya berpedoman pada asas-asas umum, langsung, bebas dan rahasia.
Jadi, dapat dinyatakan bahwa tahap pemungutan suara merupakan kegiatan puncak
penyelenggaraan pemilu.
Tahap
sesudah berlangsungnya pemungutan suara
1.
Penghitungan
suara yaitu dilakukan penghitungan suara yang masuk pada tahap pemungutan
suara.
2.
Penetapan
hasil pemilihan suara yaitu kegiatan lanjutan dari penghitungan suara.
5. Fungsi Pemilihan Umum
Pemilu
diselenggarakan untuk mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem
pemerintahan demokrasi, karena rakyat tidak
mungkin memerintah secara langsung, maka diperlukan cara untuk memilih wakil
yang akan mewakili rakyat dalam
memerintah suatu negara selama jangka waktu
tertentu.
Dengan
pemilu ini para elit politi seharusnya menyadarai, untuk mengambil kepemimpinan
disuatu Negara.
Para elit
politik harus mewakili berbagai kepentingan masyarakat. Partai-partai adalah
organisasi yang merangkum kepentingan-kepentingan tersebut. Mereka memperkecil
alternatif berbagai kemungkinan kepentingan sampai batas terkecil dari berbagai
alternatif. Mereka berdampingan satu sama lain dalam persaingan untuk mencari
penyelsaian terbaik masalah-masalah yang ada. Pemilih memberikan penilainnya
pada saat pemilu atas siapa yang akan menyelsaikan masalah-masalah itu, atau
siapa yang patut mewakili masyarakat tersebut.
Pemilu
mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
1.
Pemilu sebagai sarana memilih
pejabat publik
Pembentukan
pemerintahan melalui pemilu, rakyat
memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dilembaga legislatif. Wakil-wakil tersebut
akan menjalankan kedaulatan yang dilegasikan kepadanya. Dengan
kedaulatan itu para wakil rakyat mempunyai hak dan kewajiban menentukan
arah dan kebijakan yang harus dijalankan
oleh pemerintahan.
2.
Pemilu sebagai sarana
pertanggungjawaban pejabat publik
Pemilu
sebenarnya merupakan momentum dimana
para pejabat publik pilihan rakyat harus mempertanggungjawabkan semua perilaku politiknya kepada rakyat,
pemilu adalah sarana bagi rakyat untuk menjatuhkan sanksi politik
bagi para pejabat pemerintahan yang ternyata menjalankan aspirasi
rakyat.
3.
Pemilu sebagai sarana pendidikan
politik rakyat
Pemilihan
umum dapat berfungsi pula sebagai sarana pendidikan rakyat. Melalui proses
pemelihan umum berbagai kegiatan
kampanye, rapat akbar, siaranTV, pawai, pamflet, dan lain-lain. Pendaftaran
pemilih, pengumuman calon, dan sebagainya. Melalui fungsi pendidikan politik inilah
pemilu dapat berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik
demokratis. Oleh karena itu, pemilu itu sendiri
harus dilaksanakan secara demokratis.
Ciri-ciri Pemilu demokratis
Tidak semua
penyelenggaraan pemilu dapat
mewujudkan fungsi-fungsi pokok sehingga layak disebut
pemilu demokratis. Pemilu hanya dapat disebut demokratis pemilu apabila memenuhi
karakteristik tertentu. Menurut Austin
Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu demokratis, yaitu
a.
Hak pilih umum
Pemilu hanya bisa
disebut demokratis bila semua
warga Negara menikmati hak pilih pasif
ataupun aktif. Kalau diadakan pembatasan hal itu harus ditentukan secara
demokratis, yaitu melalui undang-undang.
b.
Kesetaraan bobot suara
Dalam
pelaksanaan pemilu harus ada jaminan pula bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi
bobot yang sama, artinya tidak boleh ada sekelompok warga negara, apapun kedudukan, sejarah
kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga
lainnya.
c.
Tersedianya pilihan yang signifikan
Hak pilih
maupun bobot suara yang setara antar sesama pemilih itu kemudian harus
dihadapkan pada pilihan-pilihan yang signifikan. Sebab hakikat memilih memang
mengasumsikan adanya lebih dari satu pilihan. Perbedaan pilihan itu bisa
sangat sederhana, seperti perbedaan antara dua orang atau lebih calon, atau perbedaan
yang lebih rumit antara dua atau lebih garis politik atau program kerja yang
berlainan, sampai ke perbedaan antara dua atau lebih ideologi.
d.
Kebebasan nominasi
Dalam
kebebasan berornanisasi secara implisit
terkandung pula prinsip kebebasan menominasikan calon wakil rakyat,
sebab hanya dengan cara itulah
pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemelihan umum.
e.
Persamaan hak kampanye
Kampanye
sangat penting kedudukannya dalam proses
pemilu. Melalui proses kampanye massa pemilih diperkenalkan dengan para calon
dan progam kerja para kontestan pemilu. Paling tidak massa pemilih di segarkan
kembali ingatannya atau di gugah perhatiannya terhadap masalah-masalah
nasional, regional, ataupun lokal yang ada, serta “resep-resep“ pemecahan masalah yang di tawarkan para
kontestan. Artinya Setiap calon dan para pendukungnya harus menikmati
kemerdekaan untuk mempublikasikan ide-ide, kebijakan politik, dan progam
kerjanya agar dapat di ketahui massa.
f.
Kebebasan dalam memberikan
suara
Pemberi
suara harus terbatas dari berbagai hambatan fisik ataupun mental (takut,
terpaksa, dan sebagainya) dalam
menentukan pilihan nya. Oleh karena itu, harus ada jaminan bahwa pilihan
seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak manapun juga, terutama penguasa.
g. Kejujuran dalam penghitungan suara Kecurangan dalam penghitungan suara
menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat.
Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang perwujudan prinsip
kejujuran dalam penghitungan suara.
h. Penyelenggaraan secara periodik
Pemilu tidak
boleh diajukan atau di undurkan sekehendak
hati penguasa. Pemilu tidak boleh dijadikan alat penguasa untuk
melanggengkan kekuasaannya. Pemilu justru di maksudkan sebagai sarana
menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga. Yang mana
pemilu itu sendiri harus dilaksanakan secara periodik.
Dapat
disimpulkan fungsi pemilu sebagai alat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya,
yaitu :
Membangun
legitimasi dari rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Menciptakan
stabilitas politik rakyat dan pemerintah yang kuat sebagi wujud hak politik
rakyat.
Memobilisasi
aktivitas politik rakyat.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemilihan umum merupakan sarana atau cara untuk memilih
wakil-wakil yang akan duduk dalam pemerintahan dan menjalankan roda pmrintahan
dalam kurun waktu tertntu. Yang mana pemilu ini merupakan perwujudan dari
sistem demokrasi yang memungkinkan rakyat untuk memilih wakil-wakilnya. Dan
pemilu mempunyai dua sistem pemilu yaitu sistem distrik dan sistem
proporsional. Dimana sistem distrik sering dipakai dinegara yang mempunyai
sistem dwi-partai dan satu distrik hanya berhak atas satu kursi. Dan sistem
proporsional menetapkan jumlah kursi atau calon yang terpilih menjadi wakil
rakyat yang diperoleh suatu kontestan merupakan jumlah suara yang diperolehnya
dalam pemilu (satu daerah pemelihan memilih beberapa wakil). Yang mana dua
sistem pemilu tersebut memiliki kelebihan-kelebihan dan keuntungan-keuntungan
dalam pelaksanaannya.
SARAN
Agar pemerintahan indonesia dapat
berjalan lancar sesuai dengan perwujudan dari sistem Demokrasi yang dimana
rakyat yang memungkinkan untuk memilih sendiri wakil – wakilnya, maka pada
sistem pemilu harus benar – benar transparant, dan juga pada pihak yang
mencalonkan diri sebagai calon wakil
rakyat seharusnya juga bermain dengan jujur dan bersih.
Referensi
Budirdjo,
Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik
. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto.
2006. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta : Erlangga.
Roth,
Dieter.2002. Studi Pemilu Empiris.
Jakarta : Mitra Alembana Grafika.
Syarbaini,
Syahrial, dkk.2002. Sosiologi dan
Politik. Jakarta : Ghalia Indonesia
No comments:
Post a Comment