Friday, April 22, 2016

Makalah Ilmu Politik Pemilihan Umum



Daftar Isi

Kata pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB I Pembahasan
1. Definisi pemilihan umum.....................................................................
2. Perkembangan pemilihan umum........................................................
3. Sistemn pemilihan umum....................................................................
4. Kegiatan – kegiatan pemilihan umum...............................................
5. Fungsi pemilihan umum......................................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
Daftar Pusaka




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.
Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja sistem pemilihan umum ?
2. Kegiatan – kegiatan dalam pemilihan umum ?
3. Apa fungsi pemilihan umum ?

     Hobi menulis Artikel, dan anda seorang mahasiswa/sekolah/udah kerja/masih pengangguran hehe😁😁😁 ,mau di Gaji Jutaan Rupiah cuma bikin Artikel doang, apa bisaaa???? tentu bisa dong hanya di Babe News 😊 , ayoo buruan gabung dan daftarnya gratis, ayo gabung aja dulu nanti baru bikin Artikelnya 😁, klik aja GABUNG

C. Tujuan

1.      Untuk mengentahui apa saja  sistem pada pemilihan umum
2.      Kegiatan – krgiatan apa saja yang ada dalam pemilihan umum
3.      Dan apa fungsi dari pemilihan umum itu sendiri




BAB II
PEMBAHASAN
PEMILIHAN UMUM

1. Definisi Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah salah satu ciri yang harus ada pada negara demokrasi. Dengan demikian pemilu merupakan sarana yang penting untuk rakyat dalam kehidupan negara, yaitu dengan jalan memilih wakil-wakilnya yang pada gilirannya akan mengendalikan roda pemerintahan. Hasil pemilihan umum yang diselengarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat mencerminkan aspirasi dan partisipasi masyarakat.

Walaupun demikian pemilihan umum bukan satu-satunya tolak ukur dan disamping itu harus dilengkapi juga dengan pengukuran kegiatan lainnya yang lebih bersifat brkesinambungan, seperti kegiatan partai, lobbying dan sebagainya.[1][1]

Definisi pemilihan umum menurut para ahli sebagai berikut :
1)      Harris G. Warren
Pemilihan umum adalah kesempatan bagi para warga negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusannya itu para warga negara menentukan apakah sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki.
Jadi kesimpulan dari definisi diatas bahwa pemilu merupakan suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mwakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan.




2)      A. Sudiharto
Pemilu adalah sarana demokrasi yang penting dan merupakan perwujudan yang nyata untuk keikut sertaan rakyat dalam kehidupan kenegaraan. Sebab rakyat memiliki hak untuk memilih.

Menurut pendapat para ahli tersebut maka bisa dikatakan bahwa pemilu merupakan suatu cara menentukan wakil-wakil yang akan menjalankan roda pemerintahan dimana pelaksanaan pemilu harus disertai dengan kebebasan dalam arti tidak mendapat pengaruh maupun tekanan dari pihak manapun juga. Yang mana semakin tinggi tingkat kebebasan dalam pelaksanaan pemilu maka semakin baik pula penyelenggaraan pemilu. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah tingkat kebebasan maka semakin buruk pula penyelenggaraan pemilu. Hal ini menimbulkan anggapan yang menyatakan bahwa semakin banyak rakyat yang ikut pemilu maka dapat dikatakan pula semakin tinggi kadar demokrasi yang terdapat dalam menyelenggarakan pemilu.
Dalam pemilihan umum diharapakan wakil-wakil yang terpilih benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya. Oleh karena untuk menentukan yang berwenang siapa yang berwenang mewakili rakyat dilaksanakan pemilu.[2][2]


2. Perkembangan Pemilihan Umum

1.      Di Athena Kuno dan Roma, pemilhan umum digunakan untuk pemilihan kaisar dan Paus. Asal usul pemilu di dunia munculnya bertahap di Eropa dan  Amerika Utara pada abad ke-17.

2.      Abad ke-18, organisasi merupakan jembatan ke ruang politik, serta setiap bentuk-bentuk partisipasi dalam pemilu telah diatur dalam adat istiadat setempat. Meskipun pada revolusi Perancis dinyatakan bahwa setiap warga negara secara formal memiliki hak yang sama satu dengan lainnya.
3.      Abad ke-19, dalam reformasinya Inggris memperluas kriteria pemilih. Pada saat itu pendukung demokrasi penuhlah pencetus mengenai hak pilih universal.

4.      Abad ke-20, di Eropa Barat penggunaan pemilihan massa yanh kompetetif memiliki tujuan dan pengaruh mempersatukan keberagaman yang ada akan tetapi jika ditilik, pemilu massa sangatlah berbeda dengan konsep satu partai pada rezim komunis.

5.      Tahun 1970-an, pemilu telah memasuki sejumlah kecil negara yang memiliki kediktattoran militer, juga pada saat itu telah munculnya pemilihan yang kompetetif yang juga diperkenalkan secara bertahap di sebagian besar daerah Amerika Latin.

6.      Di Asia, pemilu komperatif baru muncul dan diterapkan setelah Perang Dunia II yaitu di negara Fillipina dan Korea.

3. Sistem Pemilihan Umum
Sistem pemilu mengatur bagaimana suara pemilih diterjemahkan dalam mandat atau amanat. Penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) merupakan unsur yang harus ada dalam pemerintahan demokrasi. Pemilihan umum di negara demokrasi dapat dipandang sebagai awal dari paradigma demokrasi. Di samping unsur pemilihan umum, di negara demokrasi juga harus ada unsur pertanggungjawaban kekuasaan. Oleh karena itu jika pemilihan dapat dipandang sebagai awal maka pertanggungjawaban kekuasaan harus dapat dipandang sebagai akhir paradigma demokrasi.
Dikebanyakan  Negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi  itu. Hasil pemilihan  umum yang diselenggarakan  dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan  berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan  dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem  pemilihan umum  dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok yaitu:
a)      Single –member Constituensy (satu daerah pemilihan satu wakil biasanya disebut sistem Distrik).
b)      Multi member Constituency ( satu daerah pemelihan memilih beberapa wakil biasanya dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proposional).

1. Sistem Distrik (Single-member Constituensy)
Untuk dapat terpilih dalam suatu daerah pemilihan (distrik), seorang kandidat atau beberapa orang kandidat harus memenangkan jumlah tertinggi dari suara yang sah, atau dalam beberapa varian, mayoritas dari suara yang sah dalam distrik tersebut. Sistem ini meliputi First Past The Post (FPTP), Block Vote dan Party Block Vote, Alternative Vote (AV), dan Dua Putaran (Two Round System).
Sistem distrik merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasrkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (biasanya disebut distrik) memproleh satu kurasi dalam parlemen. Untuk keperluan itu Negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan yang kira-kira sama jumlah penduduknya. Dalam sistem distrik ini, satu distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrik hanya berhak atas satu kursi, dan kontenstan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemegang tunggal (First Past The Post (FPTP).
Sistem distrik sering dipakai dinegara yang mempunyai sistem dwi-partai seperti inggris Serta bekas jajahannya seperti India dan Malaysia serta Amerika. Dalam sistem distrik karena hanya diperlukan pluralitas suara (suara terbanyak) untuk membentuk suara pemerintahan dan bukan mayoritas ( 50% plus satu) dapat terjadi bahwa partai yang menang dengan hanya memperoleh pliralitas suara dapat membentuk kabinet.
Pemrintahan seperti ini disebut minority government. Ciri khas sistem distrik adalah dalam pelaksanaannya adanya kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh satu partai secara nasional dan jumlah kursi yang diperoleh suatu partai. Akibat dari distorsi mengutamakan partai besar over-respresentation, dan merugikan partai kecil karena under-respresentation.
Hal ini terjadi karena banyak suara dari partai kecil bisa dinyatakan hilang, yaitu karena tidak dapat memenangkan perolehan suara dalam suatu distrik.
Sistem distrik mempunyai beberapa keuntungan diantaranya :
  Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik tersebut, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.

  Lebih mendorong pada koalisi partai-partai karena kursi yang diprebutkan dalam satu distrik hanya satu.

  Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai untuk pemerintah yang stabil dan mempertahankan stabilitas nasional.

  Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen.

  Sistem ini sederhana dan mudah untuk diajalankan.[3][3]

Selain mempunyai keuntungan sistem distrik juga mempunyai kekurangan yaitu :
  Kurang memeperhatikan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas
.
  Kurang representatif, dimana partai yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya.

  Adanya anggapan bahwa seorang wakil lebih mementingkan kepntingan daerah distrik daripada kepentingan nasional.

  Umumnya kurang efektif untuk masyarakat heterogen.[4][4]





2. Sistem Proporsional (Multi member Constituency)

Dengan menggunakan distrik-distrik wakil majemuk, jumlah wakil yang terpilih untuk suatu distrik ditentukan oleh presentase suara sah yang diraih oleh partai atau kandidat peserta pemilu dalam distrik tersebut. Sistem ini meliputi Representasi Proporsional Daftar (List Proportional Representation), Mixed Member Proportional (MMP), Single Transferable Vote (STV).
Dalam sistem proporsional, satu wilayah dianggap satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kandidat, secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara tersebut.
Dimana dalam sistem ini merupakan sistem pemilihan yang tidak membagi Negara menjadi beberapa bagian wilayah atau distrik. Pada intinya sistem ini menetapkan jumlah kursi atau calon yang terpilih menjadi wakil rakyat yang diperoleh suatu kontestan merupakan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilu.
Sistem proporsional mempunyai beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut :
  Masyarakat heterogen lebih tertarik pada sistem ini karena menguntungkan bagi masing-masing golongan.

  Golongan kecil manapun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat.

  Dianggap lebih demokratis, karena asas on man one vote dilaksanakan secara penuh tanpa ada unsur yang hilang.

  Dianggap represntatif, karena jumlah kursi partai dala parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilu.

Selain itu Sistem proporsional mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain :
  Mempermudah fragmentasi partai (pembentukan partai baru) sehingga cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong mencari dan memenfaatkan persamaan-persamaan.
  Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat pada partai dan mengakibatkan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya.

  Banyak partai yang mempersukar terbentuknya pemerintahan yang stabil.

  Memberikan peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pimpinan partai, karena pimpinan yang akan menentukan orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat.

  Sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas (50% + 1) dalam parlemen.

Dampak pemilu proporsional yang disesuaikan terhadap hasil pemilu dan sistem politik      adalah:
         Peraturan mengenai hak untuk memilih, yang memiliki efek terbesar pada kekuatan konsentrasi partai, seperti pada Republik Federal Jerman adalah 5% klausul pembatas.

          Perubahan mengenai aspek pembagian kekuasaan adalah meningkatnya penolakan terhadap partai-partai besar.

         Adanya kemungkinan pemecahan suara dari suara pertama dan suara kedua semakin dimanfaatkan para pemilih partai kecil.

         Kemungkinan pemilihan partai-partai politik dapat sangat dipengaruhi oleh pembagian daerah kekuasaan.

         Urutan calon legislatif ditentukan oleh partai-partai.

         Ditentukan suatu cara perhitungan untuk mengkonversi suara pemilih menjadi mandat.


4. Kegiatan-kegiatan Pemilihan Umum

Pemilu merupakan suatu proses kegiatan, dan sebagai suatu proses kegiatan pemilu memiliki beberapa tahap-tahap yang semua saling berkaitan, yaitu diantaranya :
         Pendaftaran pemilu
         Pengajuan nama dan tanda gambar organisasi
         Pengajuan nama calon
         Penelitian calon-calon
         Penetapan calon-calon
         Pengumuman daftar calon
         Kampanye pemilihan
         Pemungutan suara
         Penghitungan suara
         Penetapan hasil pemilu
         Pengambilan sumpah atau pelantikan Anggota-anggota.
Tahap-tahapan menurut Harris G. Warren :
         Tahap Nominasi
         Tahap Kampanye
         Tahap Pemilihan
Tahapan pemilu yang dikeluarkan oleh Harris G. Warren ini kurang lengkap. Ada beberapa tahapan penting tidak dimasukkan misalnnya tahap pendaftaran dan tahap penghitungan suara. Jadi secara umum pertahapan dalam pemilu adalah :
         Tahap sebelum pemungutan suara yang meliputi tahap :
1.      Kegiatan pertama kali diselenggarakan.
2.      Pencalonan yang dicalonkan.
3.      Kampanye (cara untuk menanamkan pengaruh dan simpati dikalangan masyarakat).
         Tahap pemungutan suara
Pemungutan suara disebut juga pengambilan keputusan oleh rakyat. Yang mana penyelenggaraannya berpedoman pada asas-asas umum, langsung, bebas dan rahasia. Jadi, dapat dinyatakan bahwa tahap pemungutan suara merupakan kegiatan puncak penyelenggaraan pemilu.

         Tahap sesudah berlangsungnya pemungutan suara
1.      Penghitungan suara yaitu dilakukan penghitungan suara yang masuk pada tahap pemungutan suara.
2.      Penetapan hasil pemilihan suara yaitu kegiatan lanjutan dari penghitungan suara.



5. Fungsi Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem pemerintahan demokrasi, karena rakyat tidak  mungkin memerintah secara langsung, maka diperlukan  cara untuk memilih  wakil  yang akan mewakili  rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu  tertentu.
Dengan pemilu ini para elit politi seharusnya menyadarai, untuk mengambil kepemimpinan disuatu Negara.
Para elit politik harus mewakili berbagai kepentingan masyarakat. Partai-partai adalah organisasi yang merangkum kepentingan-kepentingan tersebut. Mereka memperkecil alternatif berbagai kemungkinan kepentingan sampai batas terkecil dari berbagai alternatif. Mereka berdampingan satu sama lain dalam persaingan untuk mencari penyelsaian terbaik masalah-masalah yang ada. Pemilih memberikan penilainnya pada saat pemilu atas siapa yang akan menyelsaikan masalah-masalah itu, atau siapa yang patut mewakili masyarakat tersebut.

Pemilu mempunyai  tiga fungsi  utama yaitu:
1.      Pemilu sebagai sarana memilih pejabat publik 
Pembentukan pemerintahan melalui pemilu, rakyat memilih  wakil-wakilnya  yang akan duduk  dilembaga legislatif. Wakil-wakil tersebut akan  menjalankan  kedaulatan yang dilegasikan kepadanya. Dengan kedaulatan itu para wakil rakyat mempunyai hak dan kewajiban menentukan arah  dan kebijakan yang harus dijalankan oleh pemerintahan.

2.      Pemilu sebagai sarana pertanggungjawaban pejabat publik
Pemilu sebenarnya  merupakan momentum dimana para pejabat publik pilihan rakyat harus mempertanggungjawabkan  semua perilaku politiknya kepada rakyat, pemilu adalah sarana bagi rakyat untuk menjatuhkan sanksi  politik  bagi para pejabat pemerintahan yang ternyata menjalankan aspirasi rakyat.

3.      Pemilu sebagai sarana pendidikan politik rakyat
Pemilihan umum dapat berfungsi pula sebagai sarana pendidikan rakyat. Melalui proses pemelihan  umum berbagai kegiatan kampanye, rapat akbar, siaranTV, pawai, pamflet, dan lain-lain. Pendaftaran pemilih, pengumuman calon, dan sebagainya. Melalui fungsi pendidikan politik  inilah  pemilu dapat berperan sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh karena itu, pemilu itu sendiri  harus dilaksanakan secara demokratis.

Ciri-ciri Pemilu demokratis
Tidak  semua  penyelenggaraan pemilu  dapat mewujudkan  fungsi-fungsi  pokok sehingga  layak disebut  pemilu demokratis. Pemilu hanya dapat disebut  demokratis pemilu apabila memenuhi karakteristik  tertentu. Menurut  Austin  Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu demokratis, yaitu
a.      Hak pilih umum
Pemilu  hanya bisa  disebut  demokratis bila semua warga Negara  menikmati hak pilih  pasif  ataupun aktif. Kalau diadakan pembatasan hal itu harus ditentukan secara demokratis, yaitu melalui undang-undang.

b.       Kesetaraan bobot suara
Dalam pelaksanaan pemilu harus ada jaminan pula bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama, artinya tidak boleh ada sekelompok  warga negara, apapun kedudukan, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya.
c.       Tersedianya pilihan yang signifikan          
Hak pilih maupun bobot suara yang setara antar sesama pemilih itu kemudian harus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang signifikan. Sebab hakikat memilih  memang  mengasumsikan adanya lebih dari satu pilihan. Perbedaan pilihan itu bisa sangat sederhana, seperti  perbedaan antara  dua orang atau lebih calon, atau perbedaan yang lebih rumit antara dua atau lebih garis politik atau program kerja yang berlainan, sampai ke perbedaan antara dua atau lebih ideologi.

d.      Kebebasan nominasi
Dalam kebebasan berornanisasi secara implisit  terkandung pula prinsip kebebasan menominasikan calon wakil rakyat, sebab  hanya dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemelihan umum.

e.       Persamaan hak kampanye
Kampanye sangat penting  kedudukannya dalam proses pemilu. Melalui proses kampanye massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan progam kerja para kontestan pemilu. Paling tidak massa pemilih di segarkan kembali ingatannya atau di gugah perhatiannya terhadap masalah-masalah nasional, regional, ataupun lokal yang ada, serta “resep-resep“   pemecahan masalah yang di tawarkan para kontestan. Artinya Setiap calon dan para pendukungnya harus menikmati kemerdekaan untuk mempublikasikan ide-ide, kebijakan politik, dan progam kerjanya agar dapat di ketahui massa.
             
f.       Kebebasan dalam memberikan suara                                
Pemberi suara harus terbatas dari berbagai hambatan fisik ataupun mental (takut, terpaksa, dan     sebagainya) dalam menentukan pilihan nya. Oleh karena itu, harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak manapun juga, terutama penguasa.                      

g.      Kejujuran dalam penghitungan suara                                                                      Kecurangan dalam penghitungan suara menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.      

h.      Penyelenggaraan secara periodik
Pemilu tidak boleh diajukan atau di undurkan sekehendak  hati penguasa. Pemilu tidak boleh dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Pemilu justru di maksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga. Yang mana pemilu itu sendiri harus dilaksanakan secara periodik.
Dapat disimpulkan fungsi pemilu sebagai alat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya, yaitu :        
         Membangun legitimasi dari rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
         Menciptakan stabilitas politik rakyat dan pemerintah yang kuat sebagi wujud hak politik rakyat.
         Memobilisasi aktivitas politik rakyat.















PENUTUP


KESIMPULAN

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilihan umum merupakan sarana atau cara untuk memilih wakil-wakil yang akan duduk dalam pemerintahan dan menjalankan roda pmrintahan dalam kurun waktu tertntu. Yang mana pemilu ini merupakan perwujudan dari sistem demokrasi yang memungkinkan rakyat untuk memilih wakil-wakilnya. Dan pemilu mempunyai dua sistem pemilu yaitu sistem distrik dan sistem proporsional. Dimana sistem distrik sering dipakai dinegara yang mempunyai sistem dwi-partai dan satu distrik hanya berhak atas satu kursi. Dan sistem proporsional menetapkan jumlah kursi atau calon yang terpilih menjadi wakil rakyat yang diperoleh suatu kontestan merupakan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilu (satu daerah pemelihan memilih beberapa wakil). Yang mana dua sistem pemilu tersebut memiliki kelebihan-kelebihan dan keuntungan-keuntungan dalam pelaksanaannya.

SARAN
Agar pemerintahan indonesia dapat berjalan lancar sesuai dengan perwujudan dari sistem Demokrasi yang dimana rakyat yang memungkinkan untuk memilih sendiri wakil – wakilnya, maka pada sistem pemilu harus benar – benar transparant, dan juga pada pihak yang mencalonkan diri  sebagai calon wakil rakyat seharusnya juga bermain dengan jujur dan bersih.















Referensi
Budirdjo, Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Erlangga.
Roth, Dieter.2002. Studi Pemilu Empiris. Jakarta : Mitra Alembana Grafika.
Syarbaini, Syahrial, dkk.2002. Sosiologi dan Politik. Jakarta : Ghalia Indonesia










No comments:

Post a Comment